
Pada satu siang yang mendung di Sumampir, Purwokerto, kudengar dentuman keras yang menggempakan rumahku beserta isinya. Kaca-kaca bergetar keras, pajangan-pajangan tembok mengayun di udara, bangunan dua kamar dengan sapu warna pelangi di terasnya ini ikut bergetar. Bahkan beberapa benda vital sebut saja pensil alis, sukses terjun ke lantai bersama teman-teman seperjuangannya. Gunung Slamet erupsi.
Kegiatan Travel Writer Gathering 2015 membawa seluruh pesertanya ke Sembalun, desa tertinggi di kaki Gunung Rinjani. Esumpalo? Cuma itu yang terlintas di kepalaku. Perjalanan ke Sembalun ini dilaksanakan tanggal 14 November, yang mana beberapa hari sebelumnya, Barujari, sang anak Gunung Rinjani baru saja erupsi. Bahkan waktu itu keberangkatan kami ke Lombok sampai mundur dua hari karena bandara yang ditutup akibat erupsi tersebut. Untung cuma bandara yang ditutup, coba kalau hatiku, repot kan kamyu.
Esumpalo? Aku masih bertanya-tanya bahkan saat mobil kami terus melaju menaiki jalan menanjak di kawasan Taman Nasional Gunung Rinjani, 14 November 2015. Jam sudah lewat dari pukul 9 malam saat mobil kami menembus udara malam yang bikin pengin kelon sama Zayn Malik. Melintasi hutan lindung, jalan berkelok yang sepi banget kayak di film-film horror (untung gak ada perempuan berbaju putih cengar cengir di pinggir jalan), dan pemukiman warga yang cuma dihidupi lampu remang-remang satu dua.
Kegiatan Travel Writer Gathering 2015 membawa seluruh pesertanya ke Sembalun, desa tertinggi di kaki Gunung Rinjani. Esumpalo? Cuma itu yang terlintas di kepalaku. Perjalanan ke Sembalun ini dilaksanakan tanggal 14 November, yang mana beberapa hari sebelumnya, Barujari, sang anak Gunung Rinjani baru saja erupsi. Bahkan waktu itu keberangkatan kami ke Lombok sampai mundur dua hari karena bandara yang ditutup akibat erupsi tersebut. Untung cuma bandara yang ditutup, coba kalau hatiku, repot kan kamyu.
Esumpalo? Aku masih bertanya-tanya bahkan saat mobil kami terus melaju menaiki jalan menanjak di kawasan Taman Nasional Gunung Rinjani, 14 November 2015. Jam sudah lewat dari pukul 9 malam saat mobil kami menembus udara malam yang bikin pengin kelon sama Zayn Malik. Melintasi hutan lindung, jalan berkelok yang sepi banget kayak di film-film horror (untung gak ada perempuan berbaju putih cengar cengir di pinggir jalan), dan pemukiman warga yang cuma dihidupi lampu remang-remang satu dua.

“Kita sampai di Sembalun, ini desa awalan kalau mau naik ke Rinjani. Desa tertinggi. Silakan kalian istirahat, besok jam 4 pagi sudah harus siap untuk naik”
Mas Teguh, kordinator Travel Writer Gathering 2015 memberikan pengarahan singkat saat kami tiba di Nauli Bungalow, pengingapan cihuy tempat kami bermalam di Sembalun. ESUMPALO? Begitu lagi yang aku pikirkan saat mendengar komando bahwa kami besok harus siap jam 4 pagi untuk bangun. Bho, sumpah banget harus siap jam 4 buat naik? Naik kemana? Hatiku? Kamu kuat manjatnya? Eh.
“Itu di depan kamar kalian, persis Gunung Rinjani. Sekarang sih gelap ya gak kelihatan apa-apa. Besok pagi bisa kelihatan ada merah-merah di puncaknya..”
Mas Teguh melanjutkan dengan sangat selo. Glek!
“Besok subuh kalian naik ke Bukit Pergasingan, bukit yang bisa lihat hamparan Sembalun dengan latar belakang Gunung Rinjani.”
“Dari depan kamar keliatan kan Rinjani nya?”
“Keliatan banget, gak ada halangan sama sekali”
“Boleh enggak ikutan naik? Pevita enggak bisa bangun pagi..”
“Boleh..”
“OKE FIX AKU GAK IKUTAN NAIK! MAU LIAT RINJANI DARI DEPAN KAMAR AJA SAMBIL GOLAR GOLER BAHAHAHAHAHA”
***
Tidur di kaki gunung yang baru erupsi, bukan soal enteng. Deg-degannya, ampuuun! Malam itu, di Sembalun, aku tidur sambil menutup kepala dengan bantal. Ngeri ngeri sedap, itu depan kamar persis Gunung Rinjani, yang kata mas Teguh kalau pagi masih kelihatan merah-merah di puncaknya. Masih bisa erupsi kapan saja, dan aku tidur di desa tertinggi di kakinya. Esumpaloooo?
Tapi namanya pungky, boro-boro siaga sama erupsi, wong mbak Lutfi (temen sekamar), pagi-pagi ngajak ngobrol aja aku gak ngeh. Katanya, dia keluar masuk kamar dan nutup pintu kekerasan aja, aku tetep gak keganggu sama sekali. Pulesnya kayak orang pingsan. Hahahahaha MAAF YHA.
Udara pagi yang menusuk-nusuk dalam arti sebenarnya, membangunkan tidur separuh pingsanku. Serius nusuk, saking dinginnya, pagi-pagi itu kulitku sampai sakit. Peserta lain sudah berangkat naik sejak jam 4 pagi tadi, keburu mereka pulang, jadi walaupun dinginnya minta maap, aku bangun tidur langsung mandi cantik. Kamar mandi Nauli Bungalow ini mantap sekali, konsepnya nature, jadi kamar mandinya semi-semi terbuka. Sambil mandi, kita bisa melihat Bukit Pergasingan dari kejauhan. Indah banget! Rasanya kayak lagi mandi di rumahku, di khayangan sana.

Nauli Bungalow menyediakan fasilitas air panas tapi entah kenapa pagi itu enggak nyala. Jadi terpaksa di tengah dingin bangetnya udara pagi kaki Gunung Rinjani, aku mandi air dingin. Untung kamar mandi sudah hangat karena tersorot langsung matahari pagi. Jadi, aku menikmati mandi yang dingin banget tapi dihangatkan matahari. Nikmate pwol!
Eh, lho?? Matahari pagi? Aku segera menyelesaikan urusan mengepak barang pagi itu, pikiranku melayang. Teringat hari-hari gelap di Purwokerto saat erupsi Gunung Slamet lalu. Jangankan matahari pagi, puncak Gunung Slamet saja menjadi hal yang kami rindukan setiap pagi. Semuanya tertutup abu vulkanik. Setengah tergesa-gesa karena penasaran, aku menyaut kamera lalu berlari keluar kamar.
Kakiku berhenti tepat di depan pintu, nafasku tertahan. Demi Tuhan, Rinjani berdiri syahdu di hadapanku. Puncaknya terlihat cantik merona kemerah-merahan, tanpa halangan semilipun. Ada pantulan matahari di setiap detil pesonanya. Aku, di sini, di kaki gunung yang beberapa hari lalu baru saja erupsi. Dan pagi ini dia baik-baik saja. Matahari masih terbit di sini. Masih menemani aku mandi dan setoran rutin. Emaap.

***
“Gak ngungsi, mbak?”
Tanyaku penasaran pada mbak Lia, pemilik Nauli Bungalow yang menemani aku sarapan di runag makan penginapan.
“Enggak, orang Sembalun gak ada yang ngungsi sama sekali..”
“Gak takut? Lava pijarnya serem banget lho kemaren aku liat di tivi”
“Ah media emang suka gitu! Buktinya kami di sini baik-baik aja. Kalian semalam tidur di bawah Rinjani persis, gak kenapa-kenapa kan?”
“Tapi tadi pagi sempet merah-merah gitu puncaknya, masih erupsi kan?”
“Hahahaha enggak! Itu mah tiap pagi Rinjani begitu, gak erupsi juga merah-merah kok puncaknya, pantulan matahari!”
Mbak Lia tergelak, aku bengong dengan perasaan separuh lega separuh kecele.
Dan perasaan separuh lega separuh kecele itu membawaku ke halaman mesin pencari, google! Ternyata Gunung Barujari, anak Rinjani yang erupsi 3 November 2015 kemarin, memiliki tipe letusan Strombolian. Letusannya memiliki tekanan rendah, namun terjadi dalam waktu yang cukup lama. Jadi yang paling menganggu ya memang abu vulkaniknya, makanya kemarin sampai menutup bandara Praya dan Gusti Ngurah Rai dalam waktu yang lumayan bikin galau. Hampir bikin kami gak jadi ke Lombok.

Memang gak terlalu mebahayakan kayak letusan yang lain, tapi bukan berarti boleh sembarangan. Jalur pendakian tetap ditutup, masyarakat diminta terus waspada. TAPI ENGGAK PERLU SAMPAI PARNO. Gunung Barujari erupsi, desa tertinggi di kakinya tetap hidup seperti biasa. Kita tetap bisa ke sana, tetap bisa melihat eloknya Rinjani, bisa memandang seksinya bukit Pergasingan. Satu-satunya halangan cuma bandara yang sering tiba-tiba buka tutup karena abu. Sisanya baik, sisanya Nusa Tenggara Barat tetap sangat asik untuk didatangi.
Kaki Gunung Slamet, 27 November, 2015
Jadi saat orang ketakutan karena berita tentang erupsi Barujari yang terlihat mencekam, aku lagi buang hajat ditemani hamparan keindahan bukit Pergasingan, di kaki Gunung Rinjani. Beuh..
***
Tulisan Terkait:
Adventurose : Ada Hati yang Tertinggal di Nauli Bungalow Icha Maisya : Memeluk Kenangan dari Pergasingan
aku pengen kesiniiii...pemandangannya indah sekaliiii
BalasHapusIyaaa.. aslinya indah banget banget banget. Akupun ketagihan :D
Hapus(( Media emang suka gitu ))
BalasHapus:)))
Beuh, Pemandangannya keren banget sih ga sanggup :')
wah,berarti penduduk situ aman ya...lha nggak ngungsi,kemungkinan anginnya nggak kesitu kali ya. keren banget temptnya...
BalasHapusUdah mau komen panjang lebar, mendadak buyar gara-gara di paragraf terakhir baca kalimat "aku lagi buang hajat ditemani hamparan keindahan bukit Pergasingan, di kaki Gunung Rinjani" :D :D
BalasHapusUdah mau komen panjang lebar, mendadak buyar gara-gara di paragraf terakhir baca kalimat "aku lagi buang hajat ditemani hamparan keindahan bukit Pergasingan, di kaki Gunung Rinjani" :D :D
BalasHapusbeen there :)
BalasHapuskalimat terakhir bikin ngakak
BalasHapusWow, ternyata Rinjani memang sangat indah menakjubkan. Saya selalu hanya menikmati foto-foto kawan sekantor kalau sudah pulang dari mendaki gunung. Kebetulan di kantor ada 2 orang teman yang hobinya daki gunung. Amazing. Semoga saya pun bisa melihat keindahan Rinjani secara langsung @Abyelhabib
BalasHapusAku belum nulis yang di Sembalun. Gara2 kemarin ke mall :(
BalasHapusBEUUUUUUUUHH xD
BalasHapusHuaaa, dapat Rinjaninya cerah nian yaaa..
BalasHapusHaih, foto-fotonya bikin mata orgasme (*,*)
BalasHapuslombok emang kece..hehe..thanks mbk Pungky tulisan and fotonya keren..:)
BalasHapusSalah kamu, Pevita!
BalasHapusGara-gara baca ini, aku jadi inget tai sapi di Pergasingan :(
pemandangannya indah sekali
BalasHapuspemandanganya enak banget
BalasHapusFotonya bagusss.. Tulisannya juga bikin hati semriwing serasa lagi liburan disono jugak XD
BalasHapusEsumpalo...pantesan ditelponin mba unik terus biar bangun wkwkkw... *oot*
BalasHapusselalu terpesona sama pevita..eh sama rinjani nya aja denk..
BalasHapusPemandangannya baguuus
BalasHapusKomentar ini telah dihapus oleh pengarang.
BalasHapusOke aku belum kesini. Semoga next time bisa kesini...
BalasHapusSayang sekali dik Pevita gak ikutan naik ke atas Pergasingan. Coba klo ikut kan kita gak perlu ribet bawa porter atau apa gitu. Etapi kalo gw naik Slamet boleh ngemper di rumah lo kan ya wkwkwk ;)
BalasHapusKeren bnget yak disana,,
BalasHapusMeskipun hanya memandang rinjani dari jauh,itu udah cukup.
Next time kite ndaki yah kk pevita :D
Ma sya Allah deh Mbaaak. Ngefans banget ama pemandangan petak-petak ijo yang kayak motif keset ituh.. Instagramable! :D
BalasHapusKomentar ini telah dihapus oleh pengarang.
BalasHapusAlhamdulillah, udah pernah kesini dan memang beautipuuuul...semoga Rinjani baik-baik sajaa...
BalasHapusWisata Indonesia memang cantik2 yah.
BalasHapusmupeng ke sanaaa.. dr dulu rencana doang, gak berangkat2 :))
BalasHapusWah untung aku jarang banget baca berita hahaha. lebih enak baca blog aja, lebih jujurrr...
BalasHapusKalau ini film, komentarnya adalah "...endingnya merupakan kejutan. Tak disangka-sangka." :)
BalasHapuskenapa pake acara buang hajat hehehe..tapi Rinjani memang breathtaking..selaluuu buat rindu :)
BalasHapusMemang media suka lebay banget yaaa kak, aku kasihan ama pensil alis & teman2nya yg memperjuangkan agar kau tetap cantik #dibahas
BalasHapuskak, aku pembaca setia blogmu... hanya saja aku jarang berkomentar. aku penasaran sama kakak, yah ke lomboknya udahan ya? aku stay lombok loh padahal..
BalasHapusinsyaAllah akhir April sampai awal mei 2016 mau mendaki Rinjani, semoga dimudahkan dan dilancarkan, ngeliat Sembalun aja udah mupeng sangat, indah nian Lombok ini
BalasHapusaku ikutan dong naik Rinjani Rin :) ah biarin aja komennya nebeng di sini ya
Hapus